nyubit.com –Pernahkah kamu bertemu dengan orang yang enggan berkata “Maaf” padahal sudah terbukti bersalah? Ini bukan saja menjengkelkan, tapi juga bikin pusing kepala.
Psikologi mungkin punya jawabannya. Ada beberapa sifat yang umum ditemukan pada orang yang terlalu gengsi untuk meminta maaf. Dengan memahami ciri-ciri tersebut, Anda bisa menyelesaikan tantangan ini dan mendukung interaksi yang lebih efektif, entah itu dalam setting pertemuan formal atau area santai.
Pada artikel ini, dikutip dari situs web tersebut sebagai sumbernya SmallBizTechnology, setidaknya ada tujuh karakteristik yang bisa membantu Anda mengerti tipe orang yang sulit berubah hati serta enggan berkompromi dan minta maaf di kehidupan Anda.
1. Sikap menuduh dengan kejam
Pernahkah kamu menemukan orang yang sepertinya enggan mengaku kekeliruannya? Sifat sulit mundur ini biasanya timbul akibat perasaan terlalu yakin dengan pendapat sendiri. Ketika seseorang merasa benar sendiri, mereka percaya bahwa tindakan, pikiran, dan keyakinan mereka tidak hanya benar, tetapi juga lebih unggul.
Ini menjadikan mereka nyaris tak dapat mengakuinya jika terbukti keliru, apalagi minta maaf karena sebuah kesalahan.
Mengenali karakteristik ini bisa membantu Anda mengelola dialog dengan pihak yang enggan bersikap minta maaf. Perlu diingat bahwa sasarannya bukannya memberikan tekanan agar mendapatkan permintaan maaf, melainkan mengembangkan pengertian serta kerjasama walaupun terdapat perbedaan.
2. Kurangnya empati
Tanpa empati, sulit untuk mengakui bagaimana tindakan kita dapat berdampak negatif pada orang lain, yang dapat menyebabkan kita menghindari permintaan maaf. Kurangnya kemampuan menyadari ini membuat orang yang terlalu sombong mudah meminta maaf dan mengabaikan dampak emosional dari tindakan mereka.
Memahami karakteristik tersebut bisa mendukung kita untuk merancang strategi yang lebih tepat saat berinteraksi dengan mereka, baik di lingkungan personal ataupun karir.
3. Takut terlihat lemah
Pernakah terbesit dalam pikiran Anda kenapa ada orang yang lebih memilih untuk berjalan di atas bara api dibandingkan dengan mengucapkan kata “Maaf”? Hasrat untuk tidak tampak lemah atau rapuh mungkin menjadi kunci jawaban tersebut. Mengajukan permohonan maaf berarti harus mengakuinya ketika melakukan kesalahan serta memperlihatkan kelemahan, hal ini dapat membuat beberapa individu merasa sungguh-sungguh khawatir. Mereka menganggap permohonan maaf sebagai indikasi lemahnya diri, merusak baju besi ketidakterkalahannya.
Brene Brown, seorang psikolog ternama, pernah mengungkapkan, “Kepekaan terdengar mirip dengan kejujuran serta dirasakan sebagai bentuk keberanian. Meskipun kejujuran dan keberanian belum tentu menyenangkan, namun kedua hal tersebut tak akan pernah menjadi suatu kekurangan.”
Mengenali rasa takut ini bisa membuat kita paham bahwa kesulitan dalam minta maaf seringkali mengelabui perasaan terancam yang sebenarnya lebih besar lagi. Ini bukanlah hal yang mudah diselesaikan, namun dengan pemahaman tersebut, hubungan kita bisa menjadi lebih berisi kebaikan hati serta ketabahan.
4. Kecenderungan narsistik
Kita semua mungkin pernah bertemu dengan orang yang seolah-olah tak pernah sadar bisa berbuat salah. Bahkan, mereka merasakan diri seolah-olah tinggal di sebuah dunia tempat mereka menjadi bintang utama, sementara orang lain hanya berperan sebagai pemeran pembantu.
Ciri ini bisa menjadi indikasi narsisme. Orang narsis sering kali memiliki rasa penting diri dan hak istimewa yang berlebihan, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk meminta maaf.
Mengapa? Karena dalam benak mereka, mereka tidak pernah salah. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Personality mengungkapkan bahwa individu dengan kecenderungan narsisisme cenderung tidak meminta maaf karena kurangnya empati dan tingginya harga diri.
Penelitian ini membantu kita menggali pemikiran individu yang kesulitan minta maaf, serta mementaskan kebutuhan akan rasa empati guna melestarikan ikatan interpersonal yang harmonis. Penelitian ini juga mengingatkan kita bahwa menghadapi kepribadian seperti itu membutuhkan kesabaran dan pengertian.
5. Sikap defensif
Ada sifat khusus pada beberapa individu yang enggan meminta maaf: mereka selalu bersikap defensif. Sikap defensif sering kali dapat menjadi penghalang untuk meminta maaf. Saat mereka merasa dikritik atau dikonfrontasi, tembok pertahanan mereka pun berdiri, dan mereka langsung mulai membela tindakan mereka, tidak memberi ruang untuk permintaan maaf atau pengertian.
Orang yang selalu bersikap defensif sering kali merasa sulit untuk menunjukkan kerentanan, bahkan jika itu berarti menolak untuk meminta maaf ketika mereka jelas-jelas salah. Dengan mengenali sifat ini, kita dapat mendekati orang-orang ini dengan lebih banyak empati dan kesabaran.
6. Rasa perfeksionisme yang salah
Sebagian individu yang enggan mengucapkan permohonan maaf lakukan hal tersebut dengan pandangan bahwa mereka adalah pribadi yang perfeksionis. Mereka yang memiliki rasa perfeksionisme yang menyimpang cenderung melihat pengakuan kesalahan sebagai serangan langsung terhadap citra kesempurnaan yang mereka jaga dengan saksama.
Di benak mereka, mereka tak bisa melakukan kesalahan, sehingga mereka merasa tidak harus minta maaf. Dengan memahami karakteristik tersebut, kita bisa mengatur harapan serta berinteraksi secara efektif dengan individu-individu semacam itu.
7. Ketidakamanan
Akhirnya, ciri khas terakhir untuk orang yang merasakan kesulitan dalam meminta maaf adalah ketidakamanan yang sangat dalam. Mereka mungkin khawatir bahwa dengan mengakuinya kekeliruan tersebut dapat mengekspos kurang sempurnanya diri mereka, yang pada akhirnya bisa menjadikan mereka merasa mudah terluka.
Psikolog Abraham Maslow pernah menyampaikan, “Untuk merombak suatu kepribadian dibutuhkan pergantian pemahaman individu tentang diri mereka sendiri.”
Rasanya takut terhadap perubahan tersebut kerapkali mengakibatkan kesulitan dalam bermaaf-maafan. Memahami fenomena ini bisa mendorong kita untuk menyambangi mereka dengan sikap empati serta kedermawanan. (*)